Sabtu, 21 November 2015

BUNG TOMO : SI PEMBANGKIT SEMANGAT 10 November



Disusun oleh : Septi Mira Suryana


1.   Sutomo atau yang lebih dikenal dengan nama Bung Tomo lahir pada tanggal 3 Oktober 1920 di Surabaya, Jawa Timur. Bung Tomo dibesarkan dalam keluarga kelas menengah, ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo pernah bekerja sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta dan ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura.
2.    Pada saat usia 12 tahun ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, Bung Tomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Akhirnya ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, walaupun beliau tidak pernah resmi lulus.
3.   Diusia muda Bung Tomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda.
4.    Pada masa mudanya, Bung Tomo memiliki minat pada dunia jurnalisme beliau tercatat sebagai wartawan lepas pada Harian Soeara Oemoem di Surabaya tahun 1937. Setahun kemudian beliau menjadi Redaktur Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis harian berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada tahun 1939.
5.    Pada masa kependudukan Jepang, Bung Tomo bekerja di kantor berita tentara Jepang, Domei, bagian Bahasa Indonesia untuk seluruh Jawa Timur di Surabaya tahun 1942. Saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan, beliau memberitakannya dalam bahasa Jawa bersama wartawan senior Romo Bintarti untuk menghindari sensor Jepang. Selanjutnya beliau menjadi Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya.
6. Tanggal 19 September 1945 sebuah insiden terjadi di Hotel Yamato, Surabaya. Sekelompok orang Belanda memasang bendera mereka. Rakyat Surabaya murka hingga satu orang Belanda tewas dan bendera merah putih langsung dikibarkan. Pada tanggal 30 September pasukan sekutu datang ke Jakarta. Bendera Belanda berkibar dimana-mana. Bung Karno meminta para pemuda untuk menahan diri, tetapi Bung Tomo yang berada di Surabaya tetap menyemangati para pemuda, “Kita (Di Surabaya) telah memperoleh kemerdekaan, sementara di Ibukota rakyat Indonesia terpaksa harus hidup dalam ketakuan,” katanya seperti dicatat sejarawan Willian H. Frederick dari Universitas Ohio, AS.
7. Tanggal 10 November 1945 meletuslah perang di Surabaya, disana Bung Tomo tampil sebagai oratur ulung di depan corong radio, membakar semangat rakyat untuk berjuang melawan tentara Inggris dan NICA-Belanda. Bung Tomo menyemangati para warga hingga tak ada lagi rasa takut untuk menghadapi tentara Inggris yang bersenjata lengkap. Bung Tomo tetap yakin dengan beraninya ia berpidato, Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!.” Salah satu kalimat beliau yang diucapkan pada pidatonya. Sejarah mencatat perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya terdiri atas berbagai suku bangsa yang sangat dahsyat. Karena itulah tanggal 10 November dikenang sebagai Hari Pahlawan.
8.    Setelah kemerdekaan, Bung Tomo aktif dalam politik pada tahun 1950-an. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada tahun 1955-1956 pada era Kabinet Perdana Menteri Burhanudin Harahap.
9.    Namun pada awal tahun 1970-an beliau berhenti, karena beliau berbeda pendapat dengan pemikiran Orde Baru pada pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto. Beliau berbicara keras menyanggah atas program-program yang dijalan oleh Soeharto. Karena itu pada tanggal 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya yang keras dan pedas. Setelah dibebaskan Bung Tomo tidak lagi berminat menyuarakan pendapatnya. Walaupun beliau masih berminat terhadap masalah-masalah politik.
10. Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 1981 ia meninggal di Padang Arafah, ketika sedang menunaikan ibadah haji dan dimakamkan di TPU Ngagel, Surabaya. Pada tanggal 9 November 2007, Gerakan Pemuda (GP) Anshor dan Fraksi Partai Golkar (FPG) mendesak pemerintah memberikan gelar pahlawan kepada Bung Tomo. Akhirnya gelar pahlawan diberikan kepada Bung Tomo pada tanggal 10 November 2008.
11. Bung Tomo adalah pahlawan bangsa, penyemangat rakyat Surabaya pada perang 10 November. Beliau sangatlah dekat dengan keluarganya, dan beliau berusaha keras agar kelima anaknya berhasil dalam pendidikan. Sutomo sangat bersungguh-sungguh dalam kehidupan imannya, namun beliau tidak menganggap dirinya sebagai ahli agama atau pembaharu agama. Beliau juga tidak pernah mengangkat-angkat perannya di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, walaupun kepemimpinannya sangatlah penting bagi Bangsa Indonesia.






DAFTAR PUSTAKA:


Pages